Diferensiasi adalah sebuah pembeda atau bagaimana caranya agar menjadi berbeda dengan produk atau perusahaan lain. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan sebuah diferensiasi adalah dengan mengintegrasikan konten (content), konteks (context) dan infrastruktur (infrastructure) yang kita miliki sehingga dapat menjadi sebuah nilai lebih yang dapat kita tawarkan kepada pelanggan. Esensi dari diferensiasi adalah agar lebih dikenal sehingga menjadi identitas diri.
Forbiden City of China Emporium
Kalau Anda salah satu orang yang mengaku sebagai shopahollic atau hobi berbelanja, maka Anda sudah sangat tidak asing dengan fenomena munculnya factory outlet di Bandung. Factory outlet telah menjadi salah satu identitas kota Bandung sebagai ‘tempat beli baju bermerek (branded) dengan harga yang murah’, sehingga banyak orang yang rela merasakan macetnya kota Bandung saat weekend hanya untuk berbelanja di salah satu factory outlet yang tersebar di kota Bandung.
Namun beberapa bulan ke belakang laju fenomena factory outlet sempat mengalami penurunan dikarenakan oleh jenuhnya market akan keberadaan factory outlet yang menjamur di kota Bandung, bahkan sampai ke kota-kota lain. Di tengah kelesuan yang terjadi, muncullah China Emporium sebagai factory outlet dengan penampilan yang berbeda. China Emporium hadir dengan content (isi), context (cara menawarkan) dan infrastruktur yang berbeda walau dalam kategori yang sama, yaitu factory outlet. Customer dimanjakan dengan variasi produk, pijat kesehatan hingga restoran Cina.
Saat kita memasuki gedung China Emporium atau juga dikenal dengan istilah kampung Cina, suasana yang dirasakan bukanlah seperti saat kita memasuki tempat-tempat perbelanjaan yang lain, tetapi seolah-olah dibawa memasuki peradaban Cina kuno yang elegan dan artistik. China Emporium telah dengan sukses membuat sebuah diferensiasi yang sangat baik. Mereka tidak hanya menjual pakaian tetapi juga menjual suasana yang tidak dapat ditemukan di tempat lain.
Commodity Like Trap
Apabila kita memiliki produk yang sama dengan pesaing atau mulai banyak pemain yang masuk dan ikut bertarung dalam kategori yang kita kuasai, akan menyebabkan kita terjebak kedalam perangkap kesamaan produk (commodity like trap). Dalam perangkap ini, kita mau tidak mau harus mulai bertarung dalam hal harga. Kita tidak lagi mempunyai posisi sebagai the price maker tetapi akan bergeser menjadi the price taker. Semakin cepat kita keluar dari commodity like trap dengan mencari pembeda yang baru, secepat itu kita akan kembali menguasai pasar.
Pusat perbelanjaan jeans di Cihampelas Bandung, pusat elektronik di Glodok Jakarta atau pusat pengrajin perak di Kota Gede Yogyakarta menjadi contoh nyata dalam hal commodity like trap. Masing-masing pengusaha telah terjebak dengan label Cihampelas, Glodok atau Kota Gede sehingga mereka sulit untuk keluar dan memposisikan diri sebagai perusahaan yang independen. Mereka akan hanya dikenal sebagai salah satu pengusaha di antara pengusaha yang lain tanpa adanya pembeda.
Pentingnya diferensiasi ini tercermin dari banyaknya perusahaan yang mampu menuai sukses dengan konsep diferensiasi mereka yang kuat. Edward Forrer misalnya, mampu memenangkan pasar dengan program we innovate everyday mereka. Salah satu operator selular Indosat Multi Media Mobile (IM3) juga tidak kenal lelah untuk mendiferensiasikan produk mereka. Terakhir, layanan transfer pulsa yang menjadi inovasi mereka dalam upaya memenangkan market share di antara operator-operator selular yang lain.
Point of View
Untuk memiliki perbedaan, ada empat tahapan yang harus dilakukan. Langkah pertama adalah diferensiasi yang dilakukan haruslah sesuai dan masuk dalam konten dan konteks yang dimiliki oleh sebuah produk dalam kategori tertentu.
Langkah ini dimulai dari apa-apa yang telah diketahui oleh masyarakat tentang produk tersebut. Restoran cepat saji McDonald’s telah memperhitungkan bahwa waktu yang Anda butuhkan dari mulai Anda keluar rumah menuju gerai McDonald terdekat, memesan makanan, menyantap makanan kemudian pulang akan lebih cepat dari waktu yang Anda butuhkan saat Anda keluar rumah, belanja ke pasar terdekat, memasak, menyantap dan mencuci piring. Tentu saja perhitungan ini sesuai apabila yang ditinjau hanya pada proses kedatangan sampai Anda keluar gerai. Diferensiasi ini sangat mendukung keberadaan konteks McDonald’s sebagai sebuah restoran cepat saji.
Langkah kedua adalah menemukan perbedaan itu sendiri. Menjadi beda adalah untuk tidak sama dengan yang lain. Menjadi beda adalah menjadi unik. Jadi, pada dasarnya Anda mencari sesuatu yang akan membedakan Anda daripada pesaing-pesaing Anda.
FedEx berhasil menjadi unggulan dengan penawaran over night delivery (layanan kirim satu malam). Mengantarkan barang Anda dalam satu malam adalah diferensiasi mereka. Ketiga, berdasarkan konsep diferensiasi yang telah ditentukan, sebuah produk harus dapat membuktikannya pada publik. Keamanan mengendarai sebuah Volvo haruslah benar-benar terbukti. Konsumen harus dapat merasakan langsung pembeda yang ditawarkan. Apabila PT. Telkom berani menggunakan Committed to you, berarti masyarakat harus melihat dan merasakan benar dedikasi Telkom dalam semua aspek terutama yang berhubungan langsung dengan konsumen.
Setelah beda, lalu bagaimana? Jelas perbedaan yang dimiliki haruslah disebarluaskan. Bagaimana masyarakat bisa tahu kalau tidak diinformasikan? Kegiatan ini adalah langkah terakhir dan yang terpenting dalam pembentukan diferensiasi. Semua informasi yang dikeluarkan harus dengan cermat karena akan menjelaskan dan berusaha untuk menanamkan persepsi baru dalam benak masyarakat.
Kesalahan dalam penanaman persepsi ini akan membuyarkan konsep diferesiasi yang telah dibentuk sebelumnya. Hal ini ditekankan oleh Jack Trout dalam bukunya yang berjudul Differentiate or Die. Sebuah perusahaan atau produk mempunyai perbedaan atau mereka akan mati. Bedakan Anda dengan yang lain dan jagalah perbedaan itu maka Anda akan dikenal dengan baik.
Content
Dengan masih dirasakannya dampak dari krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia sekarang ini, mendorong banyak konsumen yang dulunya merupakan konsumen yang value oriented (orientasi nilai) bergeser menjadi price oriented (orientasi harga). Walaupun masih banyak pula customer yang bertahan dengan prinsip mengedepankan nilai dari sebuah produk. Menyadari adanya pergeseran tingkat ini, banyak perusahaan mulai merubah content dari produk yang mereka tawarkan tanpa merubah atau malah dengan meningkatkan context yang mereka miliki. Mereka mencoba untuk mengerti need (kebutuhan) dan want (keinginan) market yang sebagian besar menginginkan barang-barang khususnya yang termasuk ke dalam barang kebutuhan pokok untuk menjadi lebih terjangkau karena barang-barang yang tergolong ke dalam kebutuhan primer, mau tidak mau harus tetap dibeli. Munculnya produk-produk generik seperti So Klin MB, Rexona Mini stick atau tiga roda ekonomi yang mampu tahan sampai 10 jam, seakan-akan menjadi solusi dari kebutuhan
masyarakat pada saat itu.
Point of View
Dalam berbisnis, langkah-langkah berani harus sering dilakukan tentunya dengan pemikiran yang matang. Kita tidak lagi dapat bergerak hanya berdasarkan keadaan pasar dan dengan banyaknya informasi setiap hari yang kadang membuat kita menjadi bingung.
Di saat seperti inilah ketenangan, ketajaman intuisi dan kedewasaan dalam bertindak yang menjadi pembeda antara satu pengusaha dengan pengusaha yang lain, suatu perusahaan dengan perusahaan lain atau suatu produk dengan produk lain. Tanpa mampu menggunakan intuisi dan yakin akan kemampuan kita, maka bersiaplah untuk menulis kegagalan kita dalam diary nanti malam.
Context
Seiring dengan cepatnya perkembangan teknologi dan informasi menuntut banyak perusahaan untuk lebih cepat bereaksi mengikuti mood market atau bahkan dapat memprediksi apa-apa yang sekiranya akan menjadi mood market. Inovasi-inovasi baru sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekarang. Pada bulan November dan bulan Desember tahun 2003, mood market bereaksi terhadap tiga even besar yang selalu dirayakan oleh berbagai kalangan masyarakat. Idul Fitri dengan acara mudiknya, Natal dan perayaan tahun baru.
Point of View
What to offer atau apa yang ditawarkan sebagai context menjadi hal yang paling utama pada saat sebuah produk atau jasa yang ditawarkan pertama kali. Quality Buyers (QB) World, Limma Book Store, Toko Buku Kecil (Tobucil) dan Rumah Buku memiliki content yang sama dengan Gramedia atau Gunung Agung, yaitu sebuah toko buku tetapi memiliki context yang sangat berbeda dengan Gramedia atau Gunung Agung yang berbasis sebagai toko buku konvensional. Berbagai nilai tambah yang ditawarkan akan menjadi pilihan utama untuk para konsumen dalam memilih sebuah produk atau jasa.
Infrastructure
Menyusul keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai haramnya bunga bank, banyak bank syariah yang mulai dilirik oleh konsumen. Padahal sebelumnya sudah ada bank-bank syariah yang bermunculan sejak tahun 90-an dengan Bank Muamalat sebagai pelopor.
Bank syariah sendiri, menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, adalah kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Muamalat Indonesia, menunjukan pentingnya peningkatan infrastruktur dengan mengeluarkan produk Share-e. Guna mendukung produk ini, Bank Muamalat Indonesia melakukan co-branding dengan dua perusahaan yang memiliki keunggulan yang berbeda.
PT. Pos Indonesia menjadi mitra yang pertama. Dengan jaringan PT. Pos yang meliputi daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh bank, khususnya Bank Syariah menjadi jalan untuk lebih mendekatkan sekaligus memperkenalkan Bank Mualamat dengan para calon nasabah mereka. Dengan kerjasama ini masyarakat dapat menabung di Bank Muamalat melalui kantor pos terdekat.
Mitra kedua adalah Bank Central Asia, yang terkenal dengan jaringan ATM yang tersebar hampir di seluruh Indonesia juga dijadikan mitra yang akan memudahkan nasabah BMI dalam melakukan transaksi perbankan. Langkah ini, diiringi dengan konten dan konteks yang ditawarkan dalam Share-e, akan lebih memantapkan posisi Bank Muamalat Indonesia sebagai bank berbasis syariah terbaik di Indonesia.
Point of View
Setelah berbeda dari sisi content dan context, perbedaan infrastructure yang mendukung sebuah perusahaan pun sejatinya dimiliki. Perbedaan dari sisi infrastructure
bisa dari komponen teknologi yang dipakai, alat-alat produksi yang digunakan atau dari sisi property.
-----------------------------------
gambar di ambil dari" https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjt5wcJ-NWKusZzIhMID3hqiuYVfnpG1_aFz9tbZEx7hNmsWWkrnCBvvMl1_FA7IYLf-F0384OWVdYfn0gpRRj-_YkfkVDAHhS0VTT-sWI1nTKGHLp8yYdxi3jSfE7CHTXbvWTLKvDylJix/s400/ras-ras+khusus.jpg
0 komentar:
Posting Komentar